Minggu, 08 Januari 2017

Resume Prensentasi Kel. 8, 9, 10



Kel.8   Hubungan Perusahaan Dengan Skateholder, Lintas Budaya dan Pola Hidup, Audit Sosial
 STAKEHOLDER
Pengertian stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern.

 Macam – Macam Stakeholder :
           Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
Ø  Stakeholder Utama (Primer)
  Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Ø  Stakeholder Pendukung (Sekunder)
  Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.

STEREOTIPE, PREJUDICE, STIGMA SOSIAL
 Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat. 
Namun, stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang. Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai asal mula stereotipe: psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok, pola komunikasi tentang kelompok tersebut, dan konflik antar kelompok. 
Sosiolog menekankan pada hubungan di antara kelompok dan posisi kelompok-kelompok dalam tatanan sosial. Para humanis berorientasi psikoanalisis (mis. Sander Gilman) menekankan bahwa stereotipe secara definisi tidak pernah akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang kepada  orang lainnya, tanpa mempedulikan kenyataan yang sebenarnya. Walaupun jarang sekali stereotipe itu sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus stereotipe sesuai dengan fakta terukur.

Prasangka  (Prejudice). Secara terminologi, prasangka (prejudice) merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin.Prae berarti sebelum dan Judicium berarti keputusan (Hogg, 2002). Prasangka adalah sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok (Baron & Byrne, 1991).
John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori :
1.      Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
2.      Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
3.      Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
                                                                                          
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh sejarah stigma sosial dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan juga anak luar kawin, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama atau etnis, seperti menjadi orang Yahudi atau orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa adanya stigma sosial.

KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Dalam kehidupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam aturan adat. Sehingga tampak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindakan karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menentukan keberlangsungan aktivitas.
Kelompok komunitas yang terarah yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk bekerja dengan auditor sosial dalam mereview. Pemeriksaan sosial dan mengambil tempat dalam pertemuan review.

Konsep Audit Sosial
Konsep- konsep yang berkenaan dengan audit sosial yang telah dilakukan.

Social Enterprise Partnership (SEP)
‘Audit sosial adalah sebuah metode yang dilakukan berkenaan dengan sebuah organisai (perusahaan, lembga dan sebagainya), dalam merencanakan, mengatur dan mengukur aktivitas nn finansial serta untuk memantau (memonitor) konsekuensi secara eksternal dan internal sekaligus dari sebuah organisasi atau perusahaan yang bersifat komersial’.
The New Economics Foundation (NEF)
‘Audit sosial adalah suatu proses dimana sebuah organisasi dapat menghitung untuk keadaan sosial, laporan pada danmeningkatkan keadaan sosial tersebut. Audit sosial bertujuan menilai dampak sosial yang ditimbulkan oleh organisasi dan tingkah laku anggota - anggota yang  beretika dari sebuah organisasi dalam hubungannya dengan tujuan organisasi tersebut serta hubungannya dengan keseluruhan stakeholderyang terkait dengannya’. Konsep ini menggambarkan bahwa audit sosial lebih merupakan suatu penilaian dampak sosial dari adanya program atau social impact assessment.
The Northern Ireland Co-operative Development Agency (NICDA)
Audit sosial adalah sebuah proses yang dapat dilakukan oleh sebuah organisasi dan agen - agennya untuk menilai dan mewujudkan keuntungan sosial mereka, keuntungan komunitas dan keuntungan lingkungan serta keterbatasannya. Sehingga audit sosial adalah sebuah cara untuk mengukur keluasan dari sebuah organisasi untukdapat hidup dalam berbagai nilai dan sasaran yang sudah disetujui untuk bekerja sama’ 
Model dan keuntungan Audit social
Sebagai penilaian perwujudan perusahaan dalam aktivitasnya di komunitas dan ini digambarkan oleh sebuah obyek-obyek sosial yang diminati termasuk di dalamnya informasi dan opini, yang menyatakan keadaan perusahaan secara keseluruhan dan bagaimana bentuk dari perusahaan itu sendiri.

Kel. 9  Perilaku Bisnis Yang Melanggar Etika (Konflik Sosial, Pemalsuan dan Pembajakan)
Konfliks sosial 
Pengertian Konflik Sosial, Penyebab, Macam-Macam & Dampaknya| Secara sederhana, pengertian konflik adalah saling memukul (configere). Namun, konflik tidak hanya berwujud pada pertentangan fisik. Secara umum, Pengertian Konflik Sosial (Pertentangan) adalah sebagai suatu proses sosial antara dua pihak atau lebih ketika pihak yang satu berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Latar belakang adanya konflik adalah adanya perbedaan yang sulit ditemukan kesamaannya atau didamaikan baik itu perbedaan kepandaian, ciri fisik, pengetahuan, keyakinan, dan adat istiadat.
Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat adalah sebagai berikut... 
  • Perbedaan indvidu; perbedaan pendirian dan perasaan 
  • Adanya perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi yang berbeda-beda pula. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola pemikiran dan pendirian kelompoknya
  • Adanya perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok bisa menyangkut bidan ekonomi, politik dan juga sosial. 
  • Terdapat perubahan nilai yang cepat secara tiba-tiba dalam masyarakat
Pemalsuan
            Pemalsuan sangat tidak baik untuk dilakukan, karena sangat merugikan banyak hal, termasuk merugikan orang lain. Pemalsuan juga identik dengan kebohongan, banyak dari manusia yang melakukan pemalsuan khusus nya dalam berbisnis, demi mencapai keuntungan yang maksimal, para pelaku bisnis banyak yang melakukan pemalsuan.
            Tindak pidana berupa pemalsuan suatu surat dapat kita jumpai ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi: 
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1.    akta-akta otentik;
2.    surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3.    surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4.    talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5.    surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu menurut Soesilo dilakukan dengan cara:
1.    membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
2.    memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
3.    memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
4.    penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).

Pembajakan.
            Pembajakan adalah merampas hak orang lain, Pembajakan umumnya di hubungkan dengan pembajakan kapal oleh bajak laut, walaupun sering terjadi pembajakan pesawat, bus dan kereta api. Selain itu ada juga pembajakan hak cipta yang berarti pemalsuan barang, merek, dan sebagainya.

Kel. 10    Perilaku Bisnis Yang Melanggar Etika ( Korupsi, Diskriminasi Gender, dan Masalah Polusi)
Diskriminasi Gender
Diskriminasi – yang berasal dari kata Latin “dis” yang berarti memilah atau memisah dan “crimen” yang berarti diputusi berdasarkan suatu pertimbangan baik-buruk. Diskriminasi adalah sebuah istilah yang secara harfiah berarti memilah untuk menegaskan perbedaan atas dasar suatu tolok nilai. UU No. 39/1998 tentang HAM menyebutkan pengertian diskriminasi adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya (Ari Zulaicha).
Diskriminasi gender merujuk kepada bentuk ketidakadilan terhadap individu tertentu, dimana bentuknya seperti pelayanan (fasilitas) yang dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Ketidak adilan dan diskriminasi gender merupakan sistem dan struktur dimana baik perempuan dan laki – laki menjadi korban dalam sistem tersebut.

Bentuk – Bentuk Diskriminasi Gender
1. Marginalisasi
Marginalisasi adalah bentuk diskriminasi gender berupa peminggiran atau proses penyisihan terhadap perempuan, yang terjadi di negara berkembang pada umumnya.  Peminggiran  terjadi  di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan negara. Pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh prempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
2. Subordinasi
Subordinasi pada dasaranya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan.
3. Stereotipe
Stereotif (citra buruk) adalah pandangan yang keliru terhadap perempuan, dimana pelebelan atau penandaan yang sering sekali bersifat negative secara umum melahirkan ketidakadilan gender.Salah satu stereotif yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin.
4. Violence (Kekerasan)
Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap prempuan sebagai akibat perbedaan muncul dalam berbagai bentuk.Kata kekerasan merupakan terjemahan dari violence artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan tetapi bersifat non fisik seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik.
Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masayarakat itu sendiri.Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.
5. Double Burden
Peran ganda adalah bentuk diskriminasi gender dimana beban/ peran kerja yang dilakukan oleh jenis kelamin terlalu banyak. Terdapat ketidakadilan diantara laki – laki dan perempuan dalam tugas dan tanggung jawab. Perempuan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat dan terus – menerus, terutama dalam mengurus rumah tangga.bagi perempuan di rumah mempunyai beban kerja lebih besar dari laki – laki. Sembilan puluh persen (90%) pekerjaan domestik/ RT dilakukan oleh perempuan, belum lagi jika di jumlahkan dengan pekerjaan di luar rumah.

B. Masalah Polusi
Di indonesia saat ini udara sudah tidak asri lagi, di karenakan banyaknya asap kendaraan bermotor dan asap yang di timbulkan dari industri besar seperti pabrik-pabrik besar yang ada di indonesia. Karena asap yang ditimbulkan itu, dampak yang sangat besar antara lain penipisan ozon dan jika terus menerus maka sinar ultra violet akan merusak kulit. Menurut saya, sebaiknya pemerintah ambil andil dalam masalah polusi di Indonesia saat ini. Karena jika di diamkan maka masyarakat tidak akan bisa lagi menghirup udara segar dan dapat juga menyebabkan sesak nafas dan kelainan paru-paru. Hal ini pun dapat di tuntaskan apabila masyarakat peduli dan selalu mengadakan sosialisasi rutin di lingkungan disekitarnya. Dengan cara menanam 1 pohon pun masyarakat sudah menolong dan membantu mengurangi polusi di Indonesia. Pesan saya untuk masyarakat di indonesia adalah pintar-pintarlah menggunakan kendaraan bermotor seperlunya, dan jangan lupa untuk menanam pohon agar kita dapat terus menghirup udara segar dan terhindar dari penyakit yang dapat tiba-tiba menyerang kita melalui polusi udara.

Korupsi
Korupsi adalah suatu tindakan yang sangat tidak terpuji dan dapat merugikan suatu bangsa. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus korupsi yang terbilang cukup banyak. Tidakkah kita melihat akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan dari koran maupun media elektronik yang banyak sekali memberitakan beberapa kasus korupsi di beberapa daerah di Indonesia yang oknumnya kebanyakan berasal dari pegawai negeri yang seharusnya mengabdi untuk kemajuan bangsa ini. Dalam tulisan yang singkat ini saya akan mencoba mengulas saecara singkat tentang pengertian korupsi yang berdasarkan pada undang-undang dan para ahli. Semoga bermanfaat.
Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang 
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah:
Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian Korupsi Menurut Ilmu Politik
Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya. 

Makalah Etika Bisnis

BAB I
PENDAHULUAN
Istilah etika memiliki banyak makna berbeda. Ada yang menyebutkan bahwa etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri. Pendapat lain menyebutkan bahwa etika adalah kajian moralitas. Sedangkan moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat suatu perbuatan.
Meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan utamanya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat.
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar berupa grup-grup bisnis raksasa yang memproduksi barang dan jasa melalui anak-anak perusahaannya yang menguasai pangsa pasar yang secara luas menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat banyak, khususnya pengusaha menengah ke bawah. Kekhawatiran tersebut menimbulkan kecurigaan telah terjadinya suatu perbuatan tidak wajar dalam pengelolaan bisnis mereka dan berdampak sangat merugikan perusahaan lain.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Demikian pula sering terjadi perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak birokrat dalam mendukung usaha bisnis pengusaha besar atau pengusaha keluarga pejabat. Peluang-peluang yang diberikan pemerintah pada masa orde baru telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya.
Akhir-akhir ini pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke hilir.
Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

2.2 Pengertian Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.

2.3 Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Di bawah ini merupakan definisi etika menurut para ahli :
·         Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
·         Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”
·         Menurut White (1993) etika adalah cabang falsafah yang berkaitan dengan kebaikan moral dan menilai tindakan manusia.
Dari definisi-definisi yang telah diutarakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa etika merupakan suatu pedoman yang mengatur dan menilai perilaku manusia, baik perilaku yang harus ditinggalkan, maupun perilaku yang harus dilakukan.
   
2.4 Prinsip-Prinsip Pelaku Bisnis
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah :
1.      Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.

2.      Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).

3.      Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.

4.      Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.

5.      Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.

Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM, Manajemen, Modal dan Teknologi.
Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan peluang untuk memperoleh keuntungan.
Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal
mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu,  penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus mampu melayani kepentingan berbagai pihak yang terkait. Ia harus dapat mempertahankan mutu serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang berhati-hati akan kehilangan konsumennya.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.

 2.5   Contoh Pelanggaran Etika Bisnis
·              Pelanggaran etika bisnis terhadap hokum
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk
Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan
sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar
prinsip kepatuhan terhadap hukum.
 
·         Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran
baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan
sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,
sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid.
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi
  •   Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan
yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai
salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus
karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga
segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak
Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS
Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit
·       Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam
pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan
calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara
tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan
pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak
Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan.
Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan,
begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.
·              Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin
membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
·         Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah
perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan
pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam
pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan
kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi
spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah : Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil. Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain). Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya. Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif. Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga mati, yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman keterbukaan dan luasnya  informasi  saat ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas. Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis dan jujur adalah satu-satunya cara supaya dapat bertahan di dalam dunia bisnis saat ini. Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku bisnisnya kurang memperhatikan etika dalam bisnis. Etika bisnis mempengaruhi tingkat kepercayaan atau trust dari masing-masing elemen dalam lingkaran bisnis. Pemasok (supplier), perusahaan, dan konsumen, adalah elemen yang saling mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus menjaga etika, sehingga kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga dengan baik. Etika berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling menjaga kepercayaan dalam kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan tersebut, baik dalam lingkup mikro maupun makro. Tentunya ini  tidak akan memberikan keuntungan segera, namun ini adalah wujud investasi jangka panjang bagi seluruh elemen dalam lingkaran bisnis. Oleh karena itu, etika dalam berbisnis sangatlah penting.
Daftar Pustaka