BAB I
PENDAHULUAN
Istilah etika memiliki banyak makna
berbeda. Ada yang menyebutkan bahwa etika adalah semacam penelaahan, baik
aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri. Pendapat lain
menyebutkan bahwa etika adalah kajian moralitas. Sedangkan moralitas adalah
pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah,
atau baik dan jahat suatu perbuatan.
Meskipun etika berkaitan dengan
moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika merupakan studi
standar moral yang tujuan utamanya adalah menentukan standar yang benar atau
yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba
mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan salah, dan moral yang baik dan
jahat.
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan
tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam
mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini
pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar berupa grup-grup bisnis raksasa
yang memproduksi barang dan jasa melalui anak-anak perusahaannya yang menguasai
pangsa pasar yang secara luas menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat banyak,
khususnya pengusaha menengah ke bawah. Kekhawatiran tersebut menimbulkan
kecurigaan telah terjadinya suatu perbuatan tidak wajar dalam pengelolaan
bisnis mereka dan berdampak sangat merugikan perusahaan lain.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar
dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis,
bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Demikian pula sering terjadi perbuatan
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak birokrat dalam mendukung usaha
bisnis pengusaha besar atau pengusaha keluarga pejabat. Peluang-peluang yang
diberikan pemerintah pada masa orde baru telah memberi kesempatan pada
usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak
wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada
produk dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika
bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli,
persengkongkolan dan sebagainya.
Akhir-akhir ini pelanggaran etika bisnis dan persaingan
tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para
pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena
perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke
hilir.
Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi
terjadinya pelanggaran etika bisnis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika
berasal dari kata Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari
kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.
2.2 Pengertian Bisnis
Dalam
ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy
yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat.
Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan
keuntungan.
Dalam
ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis
dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya.
Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan
waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis
mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras
dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh
pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
2.3 Pengertian Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh
aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku
karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan
pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika
Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan
sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang
profesional.
Di bawah ini merupakan definisi
etika menurut para ahli :
·
Menurut
Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
·
Menurut
Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau
pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang
harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau
profesi”
·
Menurut
White (1993) etika adalah cabang falsafah yang berkaitan dengan kebaikan moral
dan menilai tindakan manusia.
Dari
definisi-definisi yang telah diutarakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
etika merupakan suatu pedoman yang mengatur dan menilai perilaku manusia, baik
perilaku yang harus ditinggalkan, maupun perilaku yang harus dilakukan.
2.4 Prinsip-Prinsip Pelaku Bisnis
Dalam
etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku
bisnis. Prinsip dimaksud adalah :
1.
Prinsip
Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara
moral atas keputusan yang diambil.
2. Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3. Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4. Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5. Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
2. Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3. Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4. Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5. Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam
menghadapi era pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing
berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya
memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM, Manajemen, Modal dan
Teknologi.
Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis
tidak dapat dinilai dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah
melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang
menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau
membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis
sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan
pemanfaatan peluang untuk memperoleh keuntungan.
Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam
bisnis yang dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri
dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku
bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan
sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi
rambu-rambu pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan
timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran etika sering
muncul antara lain seperti, dalam hal
mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan
moral dan manajemen yang baik saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis
yang baik. Perusahaan harus mampu melayani kepentingan berbagai pihak yang
terkait. Ia harus dapat mempertahankan mutu serta dapat memenuhi permintaan
pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima masyarakat. Dalam
proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif
akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang
berhati-hati akan kehilangan konsumennya.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga
terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan
yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian
dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika
bisnis.
2.5 Contoh Pelanggaran Etika Bisnis
·
Pelanggaran
etika bisnis terhadap hokum
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit
akhirnya memutuskan untuk
Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan
sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar
prinsip kepatuhan terhadap hukum.
Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan
sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar
prinsip kepatuhan terhadap hukum.
·
Pelanggaran
etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA.
Pada tahun ajaran
baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan
sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,
sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid.
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi
baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan
sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,
sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid.
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi
- Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada
seluruh karyawan
yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai
salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus
karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga
segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak
Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS
Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit
yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai
salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus
karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga
segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak
Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS
Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit
· Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja
melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam
pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan
calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara
tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan
pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak
Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan.
Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan,
begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.
pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan
calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara
tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan
pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak
Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan.
Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan,
begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.
·
Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak
memberikan surat ijin
membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
·
Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan
dengan sebuah
perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan
pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam
pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan
kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi
spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.
perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan
pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam
pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan
kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi
spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya
dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah : Prinsip
Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara
moral atas keputusan yang diambil. Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan
bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan
kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak,
kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain). Prinsip
Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai
dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya. Prinsip
Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan,
demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif. Prinsip Integritas Moral,
prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam
menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap
dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Di dalam persaingan
dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga mati,
yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman keterbukaan dan luasnya
informasi saat ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar
dengan cepat dan luas. Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan
masyarakat umum secara etis dan jujur adalah satu-satunya cara supaya dapat
bertahan di dalam dunia bisnis saat ini. Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan
beberapa pelaku bisnisnya kurang memperhatikan etika dalam bisnis. Etika bisnis
mempengaruhi tingkat kepercayaan atau trust dari masing-masing elemen
dalam lingkaran bisnis. Pemasok (supplier), perusahaan, dan konsumen,
adalah elemen yang saling mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus
menjaga etika, sehingga kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga
dengan baik. Etika berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling
menjaga kepercayaan dalam kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi
perusahaan tersebut, baik dalam lingkup mikro maupun makro. Tentunya ini
tidak akan memberikan keuntungan segera, namun ini adalah wujud investasi
jangka panjang bagi seluruh elemen dalam lingkaran bisnis. Oleh karena itu,
etika dalam berbisnis sangatlah penting.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar