I.
Definisi
Etika dan Bisnis sebagai sebuah profesi
Hakikat
Etika Bisnis
Menurut Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat
etika bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral
maupun pandangan dari sudut moral.
Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi,
maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada
gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya
pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Tujuan Etika Bisnis
Pengertian Etika Bisnis dan Tujuan Dibuatnya Etika Bisnis. Pada
dasarnya sebuah etika bisnis ini digalakkan karena memiliki maksud dan tujuan tertentu
dalam dunia bisnis. Adapun tujuan etika bisnis adalah untuk menjalankan dan
menciptakan sebuah bisnis seadil mungkin serta menyesuaikan hukum yang sudah
dibuat. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menghilangkan ketergantungan pada
sebuah kedudukan individu maupun perusahaan.
Fungsi Etika Bisnis
Dalam penerapan etika bisnis ini tentu akan
adalah nilai plus atau keuntungan tersendiri bagi sebuah perusahaan, baik dalam
jangka waktu yang panjang maupun menengah. Adapun fungsi etika bisnis
diantaranya adalah dapat mengurangi dana yang diakibatkan dari pencegahan yang
kemungkinan terjadinya friksi atau perpecahan, baik dari intern perusahaan itu
sendiri maupun ekstern.
Selain itu, dalam penerapan etika bisnis ini juga
berfungsi untuk membangkitkan motivasi pekerja agar terus meningkat, melindungi
prinsip dalam kebebasan berdagang atau berniaga, serta dapat meciptakan
keunggulan dalam bersaing. Secara umum, suatu tindakan
perusahaan yang kurang etis akan membuat konsumen menjadi terpancing dan pada
akhirnya muncullah sebuah tindakan pembalasan. Seperti contoh adanya larang
beredarnya suatu produk, gerakan pemboikotan, dan yang sejenisnya, maka yang
terjadi adalah penurunan nilai jual dan juga perusahaan.
Klasifikasi Etika
Menurut buku yang berjudul “Hukum dan Etika
Bisnis” karangan Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M, etika dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Etika
Deskriptif
Etika deskriptif yaitu etika di mana objek
yang dinilai adalah sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan hidupnya
sebagaimana adanya. Nilai dan pola perilaku manusia sebagaimana adanya ini
tercemin pada situasi dan kondisi yang telah membudaya di masyarakat secara
turun-temurun.
2. Etika
Normatif
Etika normatif yaitu sikap dan perilaku
manusia atau massyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal. Etika
ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan dinamika serta
kondisi masyarakat. Adanya tuntutan yang menjadi avuan bagi masyarakat umum
atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya.
3. Etika
Deontologi
Etika deontologi yaitu etika yang dilaksanakan
dengan dorongan oleh kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang atau pihak
lain dari pelaku kehidupan. Bukan hanya dilihat dari akibat dan tujuan yang
ditimbulakan oleh sesuatu kegiatan atau aktivitas, tetapi dari sesuatu
aktivitas yang dilaksanakan karena ingin berbuat kebaikan terhadap masyarakat
atau pihak lain.
4. Etika
Teleologi
Etika Teleologi adalah etika yang diukur dari
apa tujuan yang dicapai oleh para pelaku kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik
jika bertujuan baik. Artinya sesuatu yang dicapai adalah sesuatu yang baik dan
mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak yang terkait,
maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Dalam etika ini dikelompollan
menjadi dua macam yaitu :
Egoisme
Egoisme yaitu etika yang baik menurut pelaku
saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak baik.
Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah etika yang baik bagi
semua pihak, artinya semua pihak baik yang terkait langsung maupun tidak
langsung akan menerima pengaruh yang baik.
5.
Etika Relatifisme
Etika relatifisme adalah etika yang
dipergunakan di mana mengandung perbedaan kepentingan antara kelompok pasrial
dan kelompok universal atau global. Etika ini hanya berlaku bagi kelompok
passrial, misalnya etika yang sesuai dengan adat istiadat lokal, regional dan
konvensi, sifat dan lain-lain. Dengan demikian tidak berlaku bagi semua pihak
atau masyarakat yang bersifat global.
II.
Prinsip
etika dalam bisnis serta etika dan lingkungan.
Prinsip-Prinsip
Umum Etika Bisnis
Prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku dalam kegiatan bisnis
yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai
manusia. Artinya, prinsip-prinsip etika bisnis tersebut sangat erat terkait
dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Misalnya,
prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku di Cina akan sangat dipengaruhi oleh
sistem nilai masyarakat Cina, sistem nilai masyarakat Eropa akan mempengaruhi
prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku di Eropa, dan sebagainya. Namun,
prinsip-prinsip etika yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan
dari prinsip etika pada umumnya. Tanpa mengabaikan kekhasan sistem nilai dari
setiap masyarakat bisnis, Sonny Keraf menyebutkan secara umum terdapat lima
prinsip etika bisnis, Yaitu :
1. Prinsip otonomi
2. Prinsip kejujuran
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip saling menguntungkan
5. Prinsip integritas moral.
Etos Bisnis
Etos bisnis adalah
suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam
suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Inti dari etos
bisnis ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma,
atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu
perusahaan yang sekaligus juga membedakannya dari perusahaan yang lain. Wujud
dari etos bisnis ini antara lain berusaha pelayanan, pengutamaan mutu,
disiplin, kejujuran, tanggung jawab, dan sebagaimananya.
Pendekatan
Stakeholders
Stakeholders adalah semua pihak terkait yang berkepntingan
dengan kegiatan suatu bisnis atau perusahaann. Pada umumnya ada dua kelompok
stakeholdes, yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer
terdiri dari pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, penyalur,
dan konsumen. Srdangkan kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat
pemerintah asing, media massa, kelompok sosial, masyarakat setempat, serta
masyarakat pada umumnya.
pendekatan stakeholders merupakan sebiah pendekatan baru yang
banyak digunakan dengan etika bisnis, dengan mencoba mengintegrasikan
kepentingan bisnis di satu pihak dan tuntutan etika di pihak lain. Dalam hal
ini pendekatan stakeholders adalah cara mengamati dan menjalankan secara
analitis bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan
tindakan bisnis. Pada akhirnya, pendekatan ini mempunyai satu tujuan imperatif
yaitu, bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua
pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders) dengan suatu kegiatan bisnis
dijamin, diperhatikan, dan dihargai. Pendekatan ini juga sekaligus
memperlihatkan secara jelas bagaimana prinsip-prinsip etika bisnis menemukan
tempat penerapannya yang relevan, dalam interaksi bisnis dari sebuah perusahaan
dengan berbagai pihak terkait.
Norma Umum
Ada
2 macam norma dalam etika, yaitu :
1. Norma
Khusus
Adalah sebuah norma
yang berlaku dalam bidang kegiatan maupun kehidupan khusus misalnya aturan yang
berlaku pada bidang pendidikan, ekonomi
dan bidang-bidang lainnya. Norma ini hanya berlak pada lingkup bidangnya dan
tidak berlaku jika memasuki bidang lainnya.
2. Norma
Umum
Adalah sebuah norma
yang bersifat umum atau universal. Pada norma ini meliputi :
a. Norma
Sopan Santun
Disebut jga norma
etiket adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia.
Misalnya menyangkut sikap dan perilaku saat kita bertamu, makam dan minum, cara
dudk, berpakaian dan seterusnya. Norma ini lebih menyangkut tata cara lahiriah
dalam pergaulan sehari-hari.
b. Norma
Hukum
Adalah norma yang
dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan
demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Norma
Moral
Adalah aturan mengenai
sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma ini mengatur tentang
baik-buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh dilihat sebagai manusia. Norma ini
dipakai sebagai indikator oleh masyarakat untuk menetukan baik-buruknya
tindakan manusia kepada pihak lain dengan fungsi dan jabatan dimasyarakat.
Teori Etika
Ada 2 macam teori etika, yaitu :
1. Teori Deontologi
Barsal dari bahasa Yunani , Deon yang artinya
kewajiban. Sehingga Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk
bertindak secara baik.
2. Etika Teologi
Adalah etika yang mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan
akibatnya yang ditimbulkan atas tidakan yang dilakukan.
III.
Model
Etika Dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Etika Manajerial
Sumber-Sumber Nilai Etika
Yang
menjadi acuan dalam melaksanakan etika dalam bisnis adalah :
• Agama
• Filsafat
•
Pengalaman dan Perkembangan Budaya
• Hukum
Model etika dalam bisnis pada umumnya terbagi
menjadi 3, yaitu :
Menurut Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49)
membagi tiga tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam
menerapkan etika dalam bisnisnya :
1.
Immoral Manajemen
Tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada
umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik
dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas
bisnisnya.
2.
Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen.
Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini
sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas.
Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu :
•
Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral
(unintentional amoral manager).
Para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa
dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak
langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan
menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah
memiliki dimensi etika atau belum.
•
Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral.
Manajemen
dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan,
namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan
lain-lain.
Namun
manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi
kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas
bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
3.
Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari
penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen.
Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level
standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya.
Pengertian Etika Manajerial
Etika
Manajerial adalah keputusan manajemen untuk membicarakan apa yang baik dan
buruk dan apa tugas dan kewajiban moral dan sebagai sebuah studi bagaimana
keputusan kita mempengaruhi orang lain dalam pekerjaan mereka serta
lingkungnnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Etika Manajerial sebagai berikut :
- Ciri-ciri individu (ex: leadership)
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan
adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci
pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi,
saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional &
etika yang tinggi. Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang
beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya
dilakukan dan tidak.
- Variabel-variabel struktural.
Desain
dalam struktural sebuah organisasi menolong membentuk perilaku moral
manajer-manajernya. Struktur-struktur tertentu memberikan bimbingan kuat,
sementara struktur-struktur lain hanya menciptakan ketidakjelasan bagi para
manajer.
Desain-desain
struktural yang meminimalkan ketidakj elasan dan terus-menerus mengingatkan
para manajer tentang apa yang “etis” lebih cenderung mendorong perilaku etis.
- Budaya organisasi
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai,
norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu
organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong
tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena
kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan
tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa
ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.
IV.
Norma dan Etika Dalam Pemasaran,
Produksi, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Finansial
Etika bisnis di Bidang
Pemasaran
Dalam setiap produk harus dilakukan promosi untuk memberitahukan
atau menawarkan produk atau jasa agar mudah dan cepat dikenali oleh masyarakat
dengan harapan kenaikan pada tingkat pemasarannya.
Promosi sangat diperlukan untuk dapat membuat barang yang produksi
menjadi diketahui oleh publik dalam berpromosi diperlukan etika-etika yang
mengatur bagaimana cara berpromosi yang baik dan benar serta tidak melanggar
peraturan yang berlaku, etika ini juga diperlukan agar dalam berpromosi tidak
ada pihak-pihak yang dirugikan oleh tekhnik promosi.
Etika Produksi
Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan
selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan
laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan,
pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka
bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen
dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya.
Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda
terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan.
Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih
mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam
keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal
hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen
ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak
mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa
yang ditawarkan.
Pengertian Etika
Manajemen SDM
Etika manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai ilmu
yang menerapkan prinsip-prinsip etika tehadap hubungan dengan sumber daya
manusia dan kegiataannya.
Pemanfaatan
Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam pengertian sehari-hari, Sumber Daya Manusia
(SDM) lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu
organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM
harus mengambil penjurusan industri dan organisasi.
Dalam
pemanfaatan SDM, permasalahan yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah
sebagai berikut:
1.
Kualitas
SDM yang sebagian besar masih rendah atau kurang siap memasuki dunia kerja atau dunia usaha.
2.
Terbatasnya
jumlah lapangan kerja.
3.
Jumlah
angka pengangguran yang cukup tinggi.
Dalam pemanfaatan sumber daya tersebut maka solusinya
adalah dengan melaksanakan : Program pelatihan bagi tenaga kerja sehingga
tenaga kerja memiliki keahlian yang sesuai dengan lapangan yang tersedia,
pembukaan investasi-investasi baru, melakukan program padat karya, serta
memberikan penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan pekerjaan.
Keberhasilan upaya
tersebut di atas, pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan basis dan
ketahanan perekonomian rakyat yang kuat dalam menghadapi persaingan global baik
di dalam maupun di luar negeri dan pada gilirannya dapat mempercepat
terwujudnya kemandirian bangsa.
Etika Kerja
Etika kerja adalah
sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh karyawan perusahaan, termasuk pimpinannya dalam
pelaksanaan kerja sehari-hari. Perusahaan dengan etika kerja yang baik akan memiliki
dan mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran, keterbukaan, loyalitas
kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada stakeholder, kerja
sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.
V.
Jenis pasar, latar belakang monopoli,
etika dalam pasar kompetitif
Pasar Monopoli
Semua bentuk pasar
yang bukan persaingan sempurna, dinamakan bentuk pasar persaingan tidak
sempurna (imperfect competition) yang mempunyai
berbagai bentuk : monopoli-monopsoni, duopoli-duopsoni, oligopoli-oligopsoni,
dan persaingan monopolistik.
· Pasar monopoli adalah
suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu penjual saja (penjual tunggal)
bebas menentukan harga.
·
Penjual sebagai
penentu harga (price setter) dan pembeli sebagai price taker.
Faktor-faktor penyebab
terbentuknya pasar monopoli :
1. Teknologi tinggi
2. Modal tinggi
3. Peraturan pemerintah / undang – undang
4. Produk sangat spesifik
Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah suatu bentuk pasar yang di dalamnya hanya
ada beberapa penjual.
1.
Masing-masing penjual
mempunyai pengaruh atas harga-harga barang yang dijual, tetapi tidak sebesar
pengaruh penjual monopolis.
2.
Ada saling
ketergantungan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain
3.
Untuk menguasai harga
dan konsumen adalah menggunakan merek-merek dagang tertentu (differentiated
product), dengan mutu dan rasa agak sedikit berbeda
4.
Perusahaan oligopolis
bersedia bekerjasama dengan saingannya menjalankan kebijakan harga dan output
untuk memperoleh laba maksimal secara bersama-sama membentuk Kartel
Monopoli dan Dimensi Etika Bisnis
Dari sisi etika bisnis, pasar monopoli dianggap kurang
baik dalam mencapai nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi
tidak mampu mencapai ketiga nilai keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi dan
juga tidak menghargai hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna
Etika di dalam Pasar
Kompetitif
Pertama, dalam sebuah sempurna pasar yang
kompetitif, pembeli dan penjual bebas untuk memasuki atau meninggalkan
pasar sebagai mereka pilih. Artinya, individu tidak dipaksa atau dilarang
untuk berkecimpung dalam bisnis tertentu, asalkan mereka memiliki keahlian
dan sumber daya keuangan yang diperlukan.
Kedua,
di sempurna pasar bebas yang kompetitif, semua bursa sepenuhnya
sukarela. Artinya, peserta tidak dipaksa untuk membeli atau menjual apapun
selain dari apa yang mereka secara bebas dan sadar persetujuan untuk membeli
atau menjual.Ketiga, tidak ada penjual tunggal atau pembeli sehingga akan
mendominasi pasar yang ia mampu memaksa orang lain untuk menerima syaratnya
atau pergi tanpa. Di pasar ini, kekuatan industri adalah desentralisasi
antara perusahaan banyak sehingga harga dan kuantitas tidak tergantung pada
kehendak satu atau beberapa usaha. Singkatnya, sempurna pasar bebas
kompetitif mewujudkan hak negatif dari kebebasan dari paksaan.
Dengan demikian,
mereka sempurna moral dalam tiga hal penting yaitu :
a.
Setiap terus menerus
menetapkan bentuk kapitalis keadilan.
b.
Bersama-sama mereka
memaksimalkan utilitas dalam bentuk efisiensi pasar.
c.
Masing-masing hal-hal
penting hak-hak negatif tertentu dari pembeli dan penjual.
Tidak ada penjual
tunggal atau pembeli dapat mendominasi pasar yang lain dan memaksa untuk menerima
syaratnya. Jadi, kebebasan kesempatan, persetujuan, dan kebebasan dari paksaan
semua dipertahankan dalam sistem ini.
Kompetisi pada Pasar
Ekonomi Global
Pasar global merupakan pasar berskala dunia yang terbuka bagi
seluruh pelaku usaha. Pasar global mengalami perkembangan yang pesat belakangan
ini karena beberapa faktor yaitu adanya beberapa negara industri yang mampu
menghasilkan produk berkualitas dengan harga murah, misalnya China dan Taiwan.
Adanya kompetisi global, memberikan dorongan pada usaha-usaha di
Indonesia untuk tetap eksis di tengah persaingan dunia. Faktor-faktor yang
sebenarnya dapat menjadi daya, atau kemampuan, bagi Indonesia untuk bersaing
dalam kompetisi pasar global, antara lain faktor sumber daya manusia dan faktor
produktivitas dan efisiensi.
VI.
Perspektif etika bisnis dalam ajaran
islam dan barat, etika profesi
Kesatuan (Unity)
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan
agama,ekonomi,dan sosial demi membentuk kesatuan.Atas dasar pandangan ini pula maka etika
dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal,membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Keseimbangan (Equilibrium)
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis,Islam
mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.
Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian
penting dalam nilai etika bisnis islam,tetapi kebebasan itu tidak merugikan
kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi
seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala
potensi yang dimilikinya.
Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil
dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabiliats.
Untukmemenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan,manusia perlu
mempertnaggungjawabkan tindakanya. Secara logis prinsip ini berhubungan erat
dengan kehendak bebas.Ia menetapkan batasan mengenai apa yang
bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.
Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Dalamkonteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia
niat,sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses
mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih
atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis
Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian
salah satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam
bisnis.
Ethical Egoism
Ethical Egoism mengatakan suatu tindakan dikatakan etis
apabila bermanfaat bagi diri sendiri serta mengatakan bahwa kita harus mengejar
sendiri atau mengutamakan kepentingan diri kita
Cultural Relativism
Dalam relativisme budaya etis tidak ada standar objektif
untuk menyebut satu kode sosial yang lebih baik dari yang lain, masyarakat
mempunyai kebudayaan memiliki kode etik yang berbeda pula, kode moral
kebudayaan tertentu tidak serta merta berguna pada kebudayaan yang lain, tidak
ada kebenaran universal dalam etika dan tidak lebih dari arogansi kita untuk
menilai perilaku orang lain.
Konsep Deontology
Dalam pemahaman teori Deontologi memang terkesan berbeda
dengan Utilitarisme. Jika dalam Utilitarisme menggantungkan moralitas perbuatan
pada konsekuensi, maka dalam Deontologi benar-benar melepaskan sama sekali
moralitas dari konsekuensi perbuatan. ”Deontologi” ( Deontology ) berasal dari
kata dalam Bahasa Yunani yaitu : deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam
suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan
tidak boleh menjadi pertimbangan.
Pengertian Profesi
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Profesi memiliki mekanisme serta
aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya,
pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang harus
diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan
dan profesi adalah sama.
Prinsip-prinsip etika profesi
Tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu
kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip
etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat
prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi pada
umumnya.
1.
prinsip
tanggung jawab
2.
prinsip
keadilan
3.
prinsip
otonomi
4.
Prinsip
integritas moral
VII.
Pengertian budaya organisasi dan
perusahaan, hubungan budaya dan etika, kendala dalam mewujudkan kinerja bisnis
etis
Hubungan etika dan budaya antara lain :
1.
Etika dalam
implementasinya dipengaruhi oleh agama dan budaya
2.
Agama dan budaya
dianggap sebagai sumber hukum, peraturan dan kode etik.
3.
Sebagai sumber maka
agama dan budaya lebih independen.
Pengaruh Etika Terhadap
Budaya
Perilaku etis dapat menimbulkan saling percaya antara perusahaan
dengan stakeholder. Perilaku etis dapat mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok
bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya. Budaya perusahaan memberi
kontribusi signifikan terhadap pembentukan perilaku etis. Budaya dapat
mendorong terciptanya perilaku etis atau sebaliknya dapat mendorong terciptanya
perilaku tidak etis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar