'Dibalik Kekurangan ada Kelebihan' dari sosok Sutrisno
Ia
memulai hidup barunya dengan menyadari bahwa organ tubuh yang dimilikinya kini berkurang.
Sosoknya sebagai seorang Suami juga seorang Ayah ini dikenal memiliki semangat
yang tidak biasa, lengkungan di bibirnya yang selalu hinggap itu juga membuat
Ia selalu ceria dimata semua orang disekitarnya.
Sang fajar di siang itu seolah sedang
berada di puncaknya. Memberikan sinar sempurna yang terasa menembus tubuh.
Membuat tetes demi tetes keringat tanpa terasa telah jatuh di sekitar pelipis
mata. Jam pun tertawa karna mataku slalu tertuju padanya yang sedang setia menunggu.
Di sebuah kursi kayu panjang Aku menyandarkan badanku, di depan sebuah Toko
Sepatu yang terletak di Tiga Raksa.
Tak lama kemudian Aku melihat sosok yang
Aku tunggu. Ia datang dengan memiliki ciri khas alis tebal, muka yang bulat dan
senyum lebarnya yang selalu menghiasi wajahnya. Terlihat Ia mengendarai sebuah
sepeda motornya kesayangannya yang berwarna biru. Rasa haru yang mendalam,
bahwa ini adalah kegiatan sehari-hari nya yang biasa Ia lakukan.
‘Saya memang tidak sempurna, tapi saya
masih mempunyai semangat yang sempurna,’ kata Pak Sutrisno.
Pak Sutrisno adalah seseorang yang
bekerja sebagai penjaga serta pelayan dari sebuah Toko sepatu kecil, dengan
keadaan beliau yang sudah kehilangan salah satu organ tubuh dimana orang-orang
yang berdatangan ke tokonya untuk bisa membeli sepatu dan memakainya, yaitu
kaki. Ia memiliki 1 orang istri, serta 3 orang anak, 2 laki-laki dan 1
perempuan, anak pertamanya kini sudah berkeluarga, anak keduanya juga sudah
bekerja, dan yang ketiga masih duduk di bangku kelas 3 SD. Kecelakaan yang
terjadi 7 tahun silam telah membuatnya harus
mengikhlaskan salah satu kaki yang selama ini telah banyak membantunya untuk
bekerja mencari nafkah, yaitu kaki kanannya, posisi kecelakaan itu terjadi pada
saat anak-anaknya pun masih memerlukan banyak biaya untuk menyelesaikan
sekolahnya.
Dimana perekonomian pada tahun tersebut
masih maraknya antusias banyak orang untuk dapat bekerja keras dalam
pekerjaannya demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Uang sepuluh ribu
rupiah pun masih cukup besar untuk dimiliki dan dapat membeli sesuatu dengan
harga yang masih cukup murah, jauh jika dibandingkan perekonomian sekarang yang
makin meningkat mengikuti perkembangan zaman. Dimana orang yang tidak bekerja
keras akan terasa kesusahan pada hidupnya di kemudian hari, karena perkembangan
zaman yang semakin meningkat.
Sebelum kecelakaan itu terjadi, Pak
Sutrisno masih seperti orang-orang biasanya yang normal dan masih mampu bekerja
proyek di PT Iron Wire Works Indonesia (1WWI) yang terletak di Jl. Daan Mogot
Km. 18, Batu Ceper, Tangerang. Ia
bekerja selama 6 tahun. Bekerja pun masih menggunakan motornya. Namun, ketika
kecelakaan itu telah menimpanya, Ia tidak berputus asa untuk tetap menyetir
motor kembali.
Kecelakaan yang menimpanya di awali oleh
firasatnya yang tidak enak. Namun, apa boleh buat jika hari itu benar sesuatu
musibah terjadi pada dirinya.
‘Saat itu posisi Saya sedang di perjalanan
pulang dari rumah orang tua karena emang sengaja mau mengunjungi rumah orang
tua bersama istri dan anak-anak. Pada saat itu Saya harus pulang karena ada
urusan, posisi sendiri karena keluarga masih berada disana, perasaan emang udah
ga enak, istri juga meminta jangan hari ini keesokan hari saja pulangnya,
tetapi Saya tidak mengikuti mungkin ini hanya perasaan biasa saja,’ tutur Pak
Sutrisno
Rasa sesal yang dimiliki Pak Sutrisno
pun sudah menjadi bubur. Ternyata benar adanya akan perasaan yang tidak enak
yang dimilikinya itu menyebabkan kecelakaan yang menimpa dirinya, tapi beliau
juga berpegang teguh pada kekuasaan takdir, tidak ada yang bisa melawan takdir
yang telah ditentukan Tuhan.
‘Hingga Saya ingat pada saat posisi Saya
masih di motor dan akan melewati tikungan, ada sebuah bis besar di arah yang
berlawanan yang menabrak Saya, dan tepatnya lebih kena ke bagian kanan tubuh
Saya, dari situ Saya udah gak sadar lagi dan akhirnya dibawa ke rumah saki,’
cerita Pak Sutrisno
‘Pas sadar ternyata udah dirumah sakit,
keluarga juga udah ada disana dan mengetahui bahwa kaki ternyata tinggal satu
karena diamputasi,’ kata Pak Sutrisno dengan penuh keharuan.
Keharuan menyelimuti suasana pada saat
Ia menceritakan kejadian itu, embun-embun yang hinggap di matanya seolah membasahi
luka lama yang telah kering. Namun, berbagai motivasi datang silih berganti,
membuatnya lebih kuat meenghadapi semua trauma yang dirasakannya.
‘Saya tentunya sempat down setelah
kecelakaan, sempat berdiam lama dirumah ah udah deh sedih banget kalo diingat,
jadi ingat dosa, ingat masa lalu tapi kalo inget keluarga, ada istri, anak-anak
dan orang-orang sekitar suka sedih, udah takdirnya jadi lebih semangat ingat
mereka, cuma buat keluarga, Alhamdulillah masih diberi kesempatan hidup’ kata
seorang bapak yang memiliki 3 anak bersaudara ini.
Sehingga Ia pun ditawarkan untuk bekerja di salah satu Toko sepatu kecil milik tetangganya, bekerja
sebagai pelayan sekaligus penjaga Toko tersebut.
Terlihat Ia membawa sebuah sepeda
motornya sendiri menuju Toko tersebut untuk bisa bekerja, dengan perjalanan
yang tidak terlalu jauh Ia juga menempuhnya dengan senang hati. Rasa haru yang
mendalam, bahwa itu adalah kegiatan sehari-hari nya yang biasa Ia lakukan.
Menyetir sepeda motor dengan tangan yang membawa sebuah tongkat dan hanya satu
kaki. Serta sebelum berangkat ke Toko biasanya beliau harus mengantarkan anak perempuan
bungsunya ke Sekolah.
Di sisi lain pekerjaan rutin yang selalu
Ia kerjakan setibanya Ia di Toko sepatu yaitu, bersiap untuk bekerja dan
membuka Tokonya sendiri. Sulit.. terlihat sangat kesulitan dan tidak tega
melihatnya harus jongkok dan berdiri berulang ulang, serta harus menggantung-gantung
sepatu ke paku-paku yang ada di luar, pada saat ingin dibantu pun beliau hanya
bilang
‘Udah gak apa-apa neng bapak mah udah
biasa kaya gini setiap hari, naik motor menuju kesini juga awalnya karena
belajar lagi, nyoba-nyoba biar gak nyusahin orang buat nganterin, akhirnya bisa
karena terbiasa hehehe,’ Ujar Pak Sutrisno dengan senyuman yang meyakinkan dan
membuat orang disektiranya beranggapan bahwa Ia baik-baik saja.
Sangat
menginspirasi dimana biasanya orang-orang di luar sana yang masih memiliki
organ tubuh lengkap, terkadang kalah sama kemalasan yang datang, mereka
seharusnya belajar bahwa tidak semua orang dapat dengan mudah untuk menikmati
sesuap nasi di setiap harinya.
‘Awalnya Saya
cukup kesulitan untuk menaruh sepatu dan menggantungnya harus bolak-balik
menggunakan tongkat, kadang kalau jaraknya dekat saya jingke dengan menggunakan
satu kaki ini dan memegang tembok, tapi setelah dijalani Saya bisa menikmati
nya, jadi lebih terbiasa, ada orang baik yang menolong Saya dan mempersilahkan
untuk kerja disini saja Saya sudah sangat bersyukur, jadi senang hati aja
supaya gampang ngejalaninnya’ kata Pak Sutrisno yag mempunyai hobi menyanyi dan
dikenal humoris oleh orang-orang disekitarnya.
Pak Sutrisno
juga memiliki istri yang cantik dan sabar. Beliau juga dengan setianya merawat
Pak Sutrisno dari sehat sampai Pak Sutrisno kecelakaan. Dari kesetiaannya itu
juga beliau menumbuhkan semangat untuk memotivasi suaminya. Pak Sutrisno juga
memiliki usaha kecil-kecilan di rumahnya yaitu dengan memiliki warung untuk berdagang
jajanan anak, sayuran serta bumbu-bumbu
untuk memasak. Mereka berdua mencari rezeki demi anak bungsunya yang masih SD, karena
mereka juga tidak ingin terus menyusahkan anak pertama dan keduanya.
‘Iya
Alhamdulillah lumayan dengan berdagang dapat rezeki tambahan buat jajan-jajan
sama anak, setiap harinya tetangga yang udah terbiasa belanja disini juga pasti
dateng buat beli-beli keperluan masak, dan anak-anak kecil juga pada jajan
cemilan disini,’ kata Istri Pak Sutrisno sambil tersenyum.
Istri Pak
Sutrisno terlihat sangat bersemangat. Ia perempuan yang bisa mengatasi sesuatu
dengan belajar ikhlas dan mengambil hikmah dari setiap kejadian. Sedih pun
terasa saat mengetahui suaminya tidak memiliki salah satu kakinya lagi, tetapi
Ia harus lebih kuat untuk suaminya, agar suasana tidak terus sedih dan hidup
pun tetap terus berlanjut.
‘Saya percaya
dari setiap kejadian pasti ada hikmahnya, kejadian ini bukan hanya menimpa
untuk suami Saya sendiri. Namun, untuk keluarga juga. Kita sama-sama shock
awalnya, tapi lama kelamaan dapat menerima kenyataan bahwa semuanya hanya
titipan Tuhan, termasuk kaki kanan suami Saya dan pekerjaan yang dimiliki
beliau sebelumnya. Suami Saya orang yang hebat, tidak kenal putus asa, Ia
memang sempat down, tapi Ia tidak membiarkan itu merusak hidupnya, Ia belajar
dari ketegaran. Hingga akhirnya Ia bisa beraktivitas kembali seperti waktu Ia
sehat dulu,’ tutur Istri Pak Sutrisno sambil bercerita.
Terlihat
kekuatan itu telah melekat di istrinya. Seperti pepatah yang mengatakan bahwa
‘Kebahagiaan itu Sederhana’ apapun yang terjadi di dalam hidup adalah skenario
yang Tuhan berikan untuk kita. Keluarga Pak Sutrisno juga sangat mensyukuri
semuanya, keluarganya terasa lebih erat dengan menerima semua keadaan yang
jatuh bangun ini. Dari segala hal tidak ada alasan untuk tidak bahagia. Karena
kebahagiaan kita sendiri yang memiliki dengan cara selalu bersyukur dengan apa
yang masih kita miliki. Kita lah yang menciptakan kebahagiaan.
Toko Sepatu yang
menjadi tempat bekerja Pak Sutrisno itu juga cukup laku dibeli oleh konsumen.
Mereka yang berdatangan awalnya hanya mampir dan ternyata menemukan beberapa
yang cocok, karena di Toko tersebut tidak hanya terjual sepatu untuk orang
dewasa, tetapi anak-anak juga ada, beserta sandal-sandal lainnya.
Dengan keramahan
dan humoris yang dimiliki Pak Sutrisno kepada setiap konsumennya, tidak membuat
semua orang merasa iba dan kasihan padanya, justru membuat mereka melihat
beliau itu sama dengan kita semua. Tidak ada yang berbeda darinya walaupun
dengan hanya memilki satu kaki. Sehingga para konsumen juga mengenal dekat Pak
Sutrisno di setiap kali mereka datang ke tokonya. Inilah sebuah ketidaksempurnaan
yang sangat menginspirasi, bahwa dibalik kekurangan pasti ada kelebihannya.